Pemerintah Harus Lebih Efektif Kendalikan Harga

17-01-2017 / KOMISI XI

Anggota Komisi XI DPR Ecky Awal Mucharam berharap agar pemerintah dapat mengambil langkah yang lebih efektif untuk menyelesaikan persoalan melonjaknya harga cabai.

 

“ Langkah pemerintah untuk menurunkan harga cabai masih belum menampakan hasil. Padahal harga cabai adalah salah satu kontributor utama dalam inflasi. Jika inflasi naik maka daya beli masyarakat tergerus. Pemerintah harus menjaga daya beli masyakat, karena hal ini menyumbang lebih dari separuh PDB. Jika ini berlanjut, ujungnya target pertumbuhan bisa meleset,” jelas Ecky di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/1).

 

Ecky yang juga menjabat Wakil Ketua FPKS Bidang Ekku ini menambahkan meski realisasi inflasi umum relatif rendah, namun inflasi pada barang-barang bergejolak  (volatile food) masih sangat tinggi. 

 

“Satu sisi pemerintah terlihat sukses menekan inflasi, sementara inflasi dari sisi harga barang-barang bergejolak masih cukup tinggi,” jelasnya.

 

Data BPS menunjukan bahwa inflasi barang-barang bergejolak (volatile food) pada akhir 2016 mencapai mencapai 5,92 persen; inflasi umum 3,02 persen; inflasi inti 3,07 persen; dan inflasi barang-barang yang diatur pemerintah sebesar 0,21 persen. Sepanjang 2016, kontribusi cabai terhadap pembentukan inflasi mencapai 0,35 persen dan menjadi kontributor utama. Akhir-akhir ini ini harga cabai melambung tinggi hingga Rp160 ribu per kg. Bahkan, di beberapa pasar tradisional melebihi Rp200 ribu per kg.

 

“Inti persoalan komoditas cabai bukan hanya terkait dengan cuaca, yang sering disebut terkait dengan lonjakan harga. Justru, yang mendasar adalah persoalan adalah tata niaga, mulai dari proses produksi, distribusi, pemasaran, hingga konsumsi akhir,” ujar wakil rakyat dari Dapil Kota Bogor dan Kabupaten Cianjur ini.

 

Ecky menjelaskan persoalan di sisi produksi terlihat bagaimana pengaruh dari tengkulak yang menjadi penyuplai dana dan sarana produksi bagi petani di daerah. Pemerintah harus berani masuk lebih dalam ke bisnis prosesnya, sehingga dapat memutus jaring-jaring tengkulak. Ditambah lagi dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang belum menyasar ke sektor pertanian secara efektif. Karena keterbatasan faktor-faktor produksi inilah, petani terpaksa terikat kepada tengkulak.

 

“Selain itu, jalur distribusi turut memengaruhi harga cabai. Kondisi jalan yang rusak menyebabkan biaya angkut semakin tinggi. Keseluruhan biaya tersebut akan dibebankan kepada konsumen. Dalam berbagai kajian disimpulkan, ongkos transportasi menyumbang sekitar sepertiga dari harga jual barang. Untuk itu, sangat mendesak memperbaiki infrastruktur dasar," tambah Ecky.

 

Oleh karena itu Ecky mendukung segala upaya pemerintah untuk memutus mata rantai perdagangan yang tidak efisien. Petani harus dapat mendistribusikan hasil usahanya kepada konsumen melalui sependek mungkin perantara. “Sebab persoalan makro seperti inflasi dan stabilitas ekonomi berakar dari pengelolaan hal-hal mikro seperti ini” pungkas Ecky. (mp), foto : dokpri/hr.


 
BERITA TERKAIT
Ekonomi Global Tak Menentu, Muhidin Optimistis Indonesia Kuat
15-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Makassar - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa ketidakpastian ekonomi global yang utamanya dipicu konflik di berbagai belahan dunia,...
BI Harus Gencar Sosialisasi Payment ID Demi Hindari Misinformasi Publik
14-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Balikpapan — Peluncuran Payment ID sebagai identitas tunggal transaksi digital terus disorot. Meskipun batal diluncurkan pada 17 Agustus 2025...
Komisi XI Minta BI Lakukan Sosialisasi Masif Penggunaan ID Payment
14-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Batam-Komisi XI DPR RI menyoroti isu Payment ID yang belakangan menuai polemik di tengah masyarakat. Polemik tersebut terjadi lantaran...
PPATK Jangan Asal Blokir Rekening Masyarakat
13-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Makassar - Pemblokiran puluhan juta rekening oleh Pusat Pelaporan Analisis Transaksi dan Keuangan (PPATK) menimbulkan polemik. Diberitakan di berbagai...